Unit 6: Development Of Tea
Perkembangan Teh
Development Of Tea
Perkembangan Teh
The natural habitat of tea borders on Eastern Tibet, and in Tibet, tea was found to be used by Bogle and Manning last century in several forms: as brick tea;
Habitat alami teh terletak di Tibet Timur dan di Tibet, Bogle dan Manning menemukan bahwa selama seabad terakhir, teh digunakan dalam beberapa bentuk: sebagai teh batangan
as a thickish infusion with milk, butter and salt, even with Yak hairs or as a paste made with barley meal.
sebagai campuran kental dengan susu, mentega dan garam bahkan rambut Yak atau sebagai saus yang dimakan bersama dengan sejenis padi-padian.
The latter is akin to the soups that preceded tea in China, and this may well have favoured its use in the first place.
Bentuk yang terakhir ini mirip dengan sup yang terbuat dari teh di Cina dan ini bisa jadi kegunaan utama teh pada awalnya.
Furthermore, the green leaves of the tea plant can substitute for green vegetables over a large part of the year in such a land, deficient in their supply, so that their vitamin content favours their medicinal use,especially in strong concoctions.
Lebih jauh lagi, dedaunan hijau dari tanaman teh bisa menggantikan sayuran hijau selama beberapa waktu di wilayah yang sulit untuk menumbuhkan sayuran sehingga kandungan vitamin teh membuatnya berguna untuk pengobatan terutama pada ramuan yang keras.
Early stories also indicate the use of strong concoctions to promote wakefulness during prolonged meditation and the Zen Buddhists of Japan still use strong concoctions in the tea ceremony.
Kisah dari zaman dahulu memperlihatkan kegunaan ramuan yang keras untuk meningkatkan kesadaran selama masa meditasi yang lama dan para Zen umat Buddha di Jepang masih menggunakan ramuan yang keras dalam upacara minum teh.
Taken together, it seems highly likely that tea was used originally as a medicine, and found its way to China via Tibet as a thickish green soup.
Secara keseluruhan, tampaknya sangat mungkin jika teh pada awalnya digunakan sebagai obat dan masuk ke Cina melalui Tibet dalam bentuk sup kental berwarna hijau.
Tea became a serious competitor of wine at this time, perhaps because it was cheaper, perhaps because it filled a social need.
Teh menjadi pesaing serius bagi minuman anggur di masa itu, mungkin karena teh lebih murah, mungkin karena teh memenuhi kebutuhan sosial tertentu.
Among the 20,000 manuscript scrolls obtained by Aurel Stein at Dunhuang from Wang YuanLu a Dialogue, or Chinese prose composition of dialectic character, was found.
Di antara 20 ribu gulungan catatan yang diperoleh Aurel Stein di Dunhuang, hasil tulisan Wang Yuan Lu, ditemukan sebuah karangan berupa dialog atau prosa Cina dalam aksara yang berkaitan.
It was (ca. -290) in the Dui Chu Wang Wen (A Reply to the Queries of the King of Chhu).
Saat itu (kira-kira 290 SM) di Dui Chu Wang Wen (Sebuah Jawaban atas Pertanyan Raja Chhu).
As such it appears to have enjoyed a considerable popularity amongst the inhabitants of Dunhuang, for no less than six copies were found, and this may readily be appreciated for its title was: "A dialogue between Mr Tea, Mr Wine"
Tampak di sana bahwa teh menjadi terkenal di kalangan penduduk Dunhuang karena ada enam salinan yang ditemukan dan bisa segera diketahui dari judulnya: "Percakapan antara Tn. Teh dan Tn. Anggur".
It portrays in question and answer form, the advantages of tea and wine, and concludes with a verdict by Mr Water, that demands the enmity between the two be dropped, for they are brothers and must be so to the very end.
Catatan itu menggambarkan tanya jawab soal keunggulan teh dan minuman anggur dan diakhiri dengan vonis dari Tn. Air yang menuntut agar permusuhan di antara keduanya diakhiri karena keduanya adalah bersaudara dan harus tetap demikian sampai kapanpun.
"In one's life there are only four great things, Earth, Water, Fire and Wind.".
"Dalam hidup seseorang ada empat unsur yang utama, Tanah, Air, Api dan Angin".
If tea has no water, what would be its appearance?
Jika teh tidak ada air, akan seperti apakah penampilannya?
If wine has no water, what would be its complexion?
Jika minuman anggur tidak ada air, akan seperti apakah penampakannya?
Even so, I do not call myself the capable and sainted, and what need is there for both of you to argue about your merits?"
Bahkan, aku tidak menyebut diriku berkemampuan dan suci, dan apa gunanya kalian berdua berdebat soal keunggulan masing-masing?"
Thus, the Shi Lu Tang Pin, or sixteen boiling qualities, contains 16 short articles on the method of boiling water for tea.
Jadi, Shi Lu Tang Pin atau keenam belas ciri mendidih mengandung 16 artikel pendek untuk menjerang air untuk membuat teh.
There are three on attention to the instant of boiling, three on care in pouring out, five on the kettles to be employed, and five on the fuel used.
Ada tiga artikel yang membahas contoh air mendidih, tiga soal cara menuang air, lima soal teko yang digunakan dan lima soal bahan bakar yang digunakan.
Lu Yu devoted a considerable part of his Cha Qing to such matters on water for the infusion of tea.
Lu Yu menyisihkan ruang yang cukup besar dalam Cha Qing-nya demi memuat hal-hal soal air untuk mencampur teh.
During the Ming, Xu XianZhong discusses sources of water, purity, flow, taste, temperature, quality, etc, and sets out the characteristics of water from 39 different sources.
Selama dinasti Ming, Xu Xian Zhong membahas tentang sumber air, kemurnian, aliran, rasa, suhu, ciri dan sebagainya dan mendata sifat-sifat air dari 39 sumber berbeda.
The quality of water varied greatly, and this was no doubt very obvious to the northerner, who might well have experienced the variability of waters when traveling under desert conditions.
Mutu air berbeda-beda dan tidak diragukan lagi bahwa ini sangat jelas bagi orang-orang utara yang mungkin telah mencicipi perbedaan air ketika berpergian di gurun.
It was quite logical that the emphasis should have been placed here in the writings of Lu Yu and those that followed him.
Cukup masuk akal bahwa penekanan harus diberikan di sini dalam tulisan Lu Yu dan mereka yang mengikuti jejaknya.
Lu Yu showed a predilection for Taoist symbolism, for he "considered blue as the ideal colour for the tea-cup, as it lent additional greenness to the beverage, whereas white made it look pinkish and distasteful.
Lu Yu memperlihatkan kecenderungan terhadap simbolisme pengikut Tao karena dia "menganggap biru sebagai warna yang paling tepat untuk cangkir teh karena menegaskan warna hijau dari minuman itu sementara warna putih membuatnya berwarna agak merah jambu dan
It was because he used brick-tea.
Itu karena dia menggunakan teh batangan.
Later on, when the tea-masters of Song took to powdered tea, they preferred heavy bowls of blue-black and dark brown.
Di masa selanjutnya, ketika ahli teh di dinasti Song membuat teh menjadi bubuk, mereka memilih mangkok berat berwarna biru kehitaman dan coklat tua.
The Ming, with their steeped tea, rejoiced in light ware of white porcelain".
Dinasti Ming dengan teh mereka yang keras, lebih memilih cangkir ringan dari porselen putih".